Kisah Si Meo


Aku Meo, si kucing berumur satu bulan berbulu putih-abu abu. Pengalamanku tidak begitu banyak. Aku masih bersama ibuku dan tinggal di sebuah lubang pohon. Paling paling pengalamanku hanya istirahat, minum susu ibu, dan buang air. Hari demi hariku selalu sama, aku belum pernah dapat pengalaman baru. 


Hari ini, aku terbangun di pagi sunyi yg gelap gulita. Matahari belum terbit. Saudara saudaraku masih belum bangun. Diam diam aku keluar rumah. Aku mengendap endap agar saudara saudaraku tidak terbangun. Akhirnya aku pun keluar dari rumahku. Keluar rumah untuk pertama kalinya. Aku melihat dunia luar yg indah dan menakjubkan dengan mata tajamku. Masih gelap. Aku lebih memutuskan untuk pergi jauh dari rumah. Lalu menunggu
matahari terbit.
    Aku berjalan menjauhi rumahku, tempatku dilahirkan, dan dibesarkan. Aku akan mulai petualangan baru.
 
    
      
Sudah lama aku berjalan. Rumah pohonku sudah tak terlihat lagi. Matahari pun sudah muncul. Aku menemukan sebuah pohon rindang. Tak lama berpikir, aku sudah menuju ke sana. Perlahan lahan aku mulai menutup mataku, dan aku pun tertidur. Beberapa lama kemudian, aku terbangun. Melanjutkan perjalanan tanpa arah dan tujuan. Untuk melepas lelah, aku tertidur. Disaat lapar pun kutemukan sepotong daging. Terkadang seekor tikus kudapatkan. Lalu kumakan.
        Sudah siang. Matahari yang panas
bersinar tepat di atas kepalaku. Aku lelah, aku ingin minum susu ibu. Atau minum air. Aku kehausan dan sangat lelah. Tak lama kemudian, ada genangan air tepat berada di depan mataku. Aku senang. Tanpa pikir panjang aku menuju genangan air yg berkilau kilau itu. Segar sekali rasanya meminum air itu.
Tiba tiba, ada sesuatu di genangan air itu. Benda itu bergerak gerak. Aku pun teringat, itu adalah ikan! Ibu sering membawanya ke rumah sebagai makan malam.
  Kucoba untuk menangkap ikan itu. Tetapi gagal. Kucoba lagi, dan gagal lagi. Sampai akhirnya kudapatkan ikan itu. Tetapi, ikan itu melompat lagi ke kolam. Aku kaget, dan tercebur ke kolam. Dingin dan basah rasanya. Aku menjilati bulu-buluku yang basah…
Tapi aku masih belum menyerah dan puas. Dengan semangat, aku mencoba menangkap ikan ikan itu lagi. Gagal, gagal, dan gagal lagi. Kucoba terus. Walau tercebur beberapa kali, aku tetap bersemangat menangkap ikan. Aku kelelahan, perjuanganku sia sia. Akhirnya, kuputuskan untuk mencobanya sekali lagi saja. Dan…… aku mendapatkannya! Sekarang aku puas , dan tinggal mengeringkan bulu buluku yang basah.
   Aku menjilat jilat buluku yang basah. Tiba-tiba, datang kucing hitam yang seukuran dengan ibu. “Hai!” , sapaku. Kucing hitam itu tak menjawab. Ia lalu berlari ke arahku. HAP! Ia menggigit ikanku. Hasil jerih payahku. Kucing itu pergi membawa ikanku, dan aku mengejarnya.        
   Aku kehilangan jejaknya. Tubuhku mulai lelah. Aku tak sanggup berlari lagi. Perutku diselimuti rasa lapar. Tak ada makanan. Aku berjalan perlahan mencari makan.
***
Hari sepertinya mulai gelap. Sudah mulai malam. Lemas rasanya tubuhku ini. Awan gelap bermunculan. Apa yang akan terjadi? Aku bertanya tanya. Lalu, setetes air turun, dan diikuti beberapa tetes tetes air lainnya. Air itu mulai menderas, membasahi tubuhku, yang lemas. Aku menggigil kedinginan. Aku pun berteduh di sebuah pohon sambil menjilati tubuh mungilku.
***
       Tak lama kemudian, sebelum air deras itu berhenti, aku melihat sebuah pohon berlubang. Aku semakin memperhatikan pohon itu. Dan sepertinya aku mengenal tempat itu. itu rumahku!!                                                                                                                                   Aku berlari senang. Aku akan bertemu ibu! Bertemu Mitten, Molly, dan Myun , saudara saudaraku. Aku berlari semakin kencang menuju rumahku. Aku memasuki lubang pohon rumahku. Tak ada siapa siapa. hanya aku sendiri. Ibu dan saudara-saudaraku sudah pindah ke tempat lain.                      
 Kini, aku tinggal sendirian di rumahku. Aku menunggu berbulan-bulan, berharap ibu dan saudara-saudaraku pulang. Tapi mereka tak kunjung datang…
  Seandainya aku tak sendiri. Seandainya ibu dan yang lainnya menemani. Seandainya mereka pulang. Seandainya aku tak pergi dari rumah malam itu…. 
.
 *END*

- Ditulis oleh seorang bocah kelas 6 SD, lalu diposting oleh dirinya sendiri dimasa depan, sekitar 6 tahun kemudian. Sama sekali tidak diedit, dan tolong maklumi tata bahasanya yang terajep-ajep, haha.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan berikan komentar dengan bahasa yang sopan dan jelas. Itu saja, sekian dan terimakasih.

Flag Counter